Renungan Harian – 15 April 2025
Judul: Mengampuni dengan Hati yang Tulus
Ayat Alkitab: Matius 18:21-22
“Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: ‘Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?’ Yesus berkata kepadanya: ‘Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.’”
Mengampuni bukanlah hal yang mudah. Setiap orang pasti pernah terluka—oleh kata-kata, perbuatan, atau bahkan pengkhianatan dari orang yang sangat dekat. Saat luka itu masih segar, hati kita secara alami menolak untuk memaafkan. Ada dorongan kuat untuk membalas, atau setidaknya berharap orang itu menyadari kesalahannya dan meminta maaf duluan.
Petrus pun bertanya kepada Yesus dengan niat baik: "Sampai tujuh kali?" Sebab bagi orang Yahudi, mengampuni sampai tiga kali saja sudah dianggap cukup mulia. Tapi jawaban Yesus sangat radikal—bukan tujuh kali, melainkan tujuh puluh kali tujuh kali. Artinya? Tak terbatas. Sebanyak apa pun orang menyakiti kita, Tuhan ingin kita tetap mengampuni.
Yesus tidak sedang menetapkan angka matematika di sini. Dia sedang mengajarkan bahwa pengampunan adalah gaya hidup, bukan sekadar reaksi sesaat. Kita diminta untuk terus-menerus memiliki hati yang siap memaafkan, bukan menghitung kesalahan orang lain.
Namun, mengapa Tuhan menuntut kita untuk mengampuni tanpa batas? Karena Ia sendiri sudah mengampuni kita terlebih dahulu. Bayangkan berapa banyak dosa kita kepada Tuhan setiap hari—pikiran yang kotor, hati yang penuh iri, tindakan yang egois—tetapi Tuhan tetap sabar, setia, dan penuh kasih. Ia tidak membalas setimpal, malah menebus kita dengan darah Anak-Nya.
Ketika kita menolak mengampuni, kita sedang memutus aliran kasih karunia yang seharusnya terus mengalir dari Tuhan kepada kita, lalu melalui kita kepada orang lain. Hati yang dipenuhi kepahitan akan sulit mengalami damai sejati. Tetapi hati yang mau melepaskan pengampunan akan dipenuhi dengan kelegaan, kebebasan, dan sukacita.
Mengampuni bukan berarti melupakan atau membenarkan kesalahan orang lain. Mengampuni juga bukan berarti kamu harus kembali berhubungan dekat dengan orang yang telah menyakiti kamu, apalagi jika situasinya tidak sehat atau berbahaya. Tapi mengampuni berarti kamu memilih untuk tidak menyimpan dendam, dan menyerahkan keadilan kepada Tuhan.
Banyak orang hidup dengan luka masa lalu yang tak pernah selesai karena mereka belum benar-benar mengampuni. Luka itu jadi beban berat, jadi akar pahit yang tumbuh dan merusak hubungan mereka hari ini. Padahal, Tuhan ingin kita hidup dalam kebebasan, bukan sebagai tawanan kenangan buruk.
Pengampunan adalah pilihan, bukan perasaan. Kalau kita menunggu sampai merasa siap, bisa jadi kita tak akan pernah memulainya. Tapi saat kita taat dan berkata, “Tuhan, aku mau mengampuni,” meski hati kita masih perih, Roh Kudus akan menolong kita untuk melakukannya setahap demi setahap.
Yesus sendiri mengampuni mereka yang menyalibkan-Nya. Dalam penderitaan yang luar biasa, Ia berkata, “Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Lukas 23:34). Jika Yesus mampu mengampuni di tengah penderitaan-Nya, maka tidak ada alasan bagi kita untuk menolak mengampuni dalam kehidupan kita sehari-hari.
Kita tidak bisa mengontrol perlakuan orang lain, tetapi kita bisa mengontrol respons kita. Saat kita memilih untuk mengampuni, kita sedang memilih untuk menjadi serupa dengan Kristus. Dunia mungkin berkata bahwa membalas adalah kekuatan, tapi firman Tuhan berkata bahwa mengampuni adalah tanda kedewasaan rohani.
Mungkin kamu merasa bahwa orang yang menyakitimu tidak pantas diampuni. Tapi ingatlah, kita pun tidak pantas menerima kasih karunia Tuhan. Namun, Ia tetap memberikannya tanpa syarat. Maka kita pun dipanggil untuk mengasihi dan mengampuni dengan cara yang sama—tulus, tanpa syarat, dan dengan kasih yang dari Allah.
Mengampuni bisa jadi proses yang panjang. Kadang kita harus mengampuni orang yang sama berulang kali, bahkan setiap hari. Tapi jangan menyerah. Setiap kali kamu memilih untuk mengampuni, kamu sedang menyembuhkan dirimu sendiri. Dan Tuhan melihat ketulusan hatimu.
Tuhan tidak pernah menutup mata terhadap air mata dan luka yang kamu alami. Ia tidak mengabaikan keadilan. Tapi Ia tahu bahwa pengampunan adalah jalan terbaik untuk memulihkan hatimu. Dan di balik ketaatanmu untuk mengampuni, Tuhan sedang menyiapkan damai dan pemulihan yang indah.
Doa:
Tuhan Yesus, aku sering merasa berat untuk mengampuni. Luka itu masih terasa dan hati ini sulit melupakan. Tapi hari ini aku memilih taat pada firman-Mu. Aku melepaskan pengampunan kepada mereka yang telah menyakiti aku. Pulihkan hatiku, ajarku untuk mengampuni seperti Engkau mengampuni aku. Dalam nama Yesus aku berdoa, amin.