Perkembangan gereja-gereja Kristen di Asia pada abad ke-20 sangat menarik untuk dikaji, terutama karena Asia merupakan wilayah yang memiliki kekayaan budaya, agama, dan sejarah yang kompleks. Gereja-gereja Kristen di Asia menghadapi sejumlah tantangan besar pada abad ke-20, termasuk pengaruh kolonialisme, modernitas, kebangkitan nasionalisme, dan pluralitas agama.
1. Pengaruh Kolonialisme
Pada abad ke-20, banyak negara di Asia berada di bawah kekuasaan kolonial Eropa seperti Inggris, Belanda, Prancis, dan Spanyol. Kekristenan sering kali diidentikkan dengan penjajahan, karena misionaris Eropa datang bersamaan dengan kekuatan kolonial. Meskipun demikian, misionaris Kristen memiliki peran penting dalam mendirikan sekolah, rumah sakit, dan lembaga sosial lainnya. Tantangan utama bagi gereja pada masa ini adalah bagaimana menunjukkan bahwa Kekristenan bukan sekadar "agama penjajah," tetapi merupakan iman yang relevan bagi masyarakat lokal.
Beberapa gereja lokal mulai mengambil langkah untuk "melepas diri" dari pengaruh kolonial. Gereja-gereja di India, Filipina, dan Indonesia misalnya, mulai mengembangkan kepemimpinan lokal untuk menggantikan dominasi misionaris asing. Dalam konteks Indonesia, gereja-gereja seperti Gereja Kristen Jawa (GKJ) dan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) mengadopsi pendekatan yang lebih kontekstual dengan budaya lokal, sehingga dapat diterima oleh masyarakat non-Eropa.
2. Kebangkitan Nasionalisme
Pada pertengahan abad ke-20, banyak negara di Asia mulai bangkit untuk memperjuangkan kemerdekaan dari penjajahan. Gerakan nasionalis sering kali membawa tantangan bagi gereja-gereja Kristen, yang dianggap memiliki hubungan dengan kekuatan penjajah. Misalnya, di India, Filipina, dan Indonesia, gereja harus membuktikan bahwa mereka mendukung perjuangan rakyat untuk kemerdekaan.
Di Indonesia, gereja-gereja memainkan peran penting dalam kemerdekaan, baik melalui pendidikan maupun keterlibatan langsung dalam perjuangan politik. Tokoh-tokoh Kristen seperti Dr. Johannes Leimena dan A.A. Maramis aktif dalam pemerintahan dan mendukung perjuangan nasional.
3. Pluralitas Agama
Asia adalah benua yang sangat plural dalam hal agama, dengan tradisi besar seperti Islam, Hindu, Buddha, dan Konfusianisme. Gereja-gereja Kristen harus menemukan cara untuk hidup berdampingan dengan agama-agama lain, sering kali menghadapi tantangan berupa diskriminasi atau konflik agama.
Di India, gereja menghadapi tantangan dari nasionalisme Hindu, yang melihat Kekristenan sebagai ancaman terhadap identitas nasional. Di Indonesia, gereja menghadapi dinamika hubungan dengan mayoritas Muslim, yang membutuhkan pendekatan yang inklusif dan dialogis.
4. Modernitas dan Globalisasi
Abad ke-20 juga membawa modernitas dan globalisasi, yang mengubah struktur masyarakat Asia secara besar-besaran. Urbanisasi, industrialisasi, dan perkembangan teknologi menghadirkan tantangan baru bagi gereja. Banyak masyarakat pindah dari desa ke kota, dan nilai-nilai tradisional mulai tergeser oleh pandangan hidup yang lebih sekuler.
Gereja-gereja Kristen merespons dengan cara yang berbeda. Beberapa gereja mengadopsi metode pelayanan modern, seperti menggunakan media massa untuk menyebarkan Injil, mendirikan universitas Kristen, dan terlibat dalam gerakan sosial. Gerakan karismatik dan Pentakosta juga berkembang pesat di Asia, menawarkan pendekatan yang lebih emosional dan relevan bagi generasi muda.
5. Gerakan Oikumene dan Kemandirian Gereja Asia
Abad ke-20 juga ditandai oleh munculnya gerakan oikumene, yang bertujuan untuk menyatukan gereja-gereja dari berbagai denominasi. Dewan Gereja-Gereja se-Dunia (World Council of Churches) dan Dewan Gereja-Gereja Asia (Christian Conference of Asia) memainkan peran penting dalam mendorong kerjasama antar-gereja di Asia.
Kemandirian gereja Asia juga mulai berkembang. Gereja-gereja lokal mulai memisahkan diri dari badan misionaris asing dan membentuk organisasi yang mandiri, baik dalam hal teologi, keuangan, maupun kepemimpinan. Contohnya, Gereja Katolik di Filipina dan Gereja-gereja Protestan di Korea Selatan berkembang menjadi institusi yang kuat dan mandiri.
6. Pertumbuhan dan Kebangunan Rohani
Meskipun menghadapi tantangan, abad ke-20 juga menjadi masa pertumbuhan pesat bagi Kekristenan di Asia. Negara-negara seperti Korea Selatan dan Filipina mengalami kebangunan rohani yang signifikan. Gereja-gereja besar seperti Yoido Full Gospel Church di Korea Selatan menjadi simbol pertumbuhan kekristenan di Asia.
Kebangunan rohani juga membawa perubahan sosial, dengan gereja-gereja yang semakin aktif dalam pelayanan di bidang pendidikan, kesehatan, dan keadilan sosial. Di Tiongkok, meskipun menghadapi penindasan dari pemerintah Komunis, gereja-gereja rumah (house churches) berkembang pesat secara bawah tanah.
Kesimpulan
Pada abad ke-20, gereja-gereja Kristen di Asia berhasil bertahan dan bahkan berkembang meskipun menghadapi tantangan besar dari kolonialisme, modernitas, pluralitas agama, dan kebangkitan nasionalisme. Gereja-gereja ini menunjukkan kemampuan untuk beradaptasi dengan konteks lokal dan menjadi agen transformasi sosial. Ke depan, gereja di Asia akan terus memainkan peran penting dalam menjawab tantangan global sambil mempertahankan identitasnya yang kontekstual dan relevan.
0 Komentar