Eksistensialis Kristen seperti Søren Kierkegaard sering mengkritik agama formal, khususnya Kristen yang telah terlembaga, dengan alasan bahwa bentuk agama ini sering kehilangan esensi sejatinya sebagai hubungan pribadi dengan Tuhan. Kritik Kierkegaard terhadap agama formal mencakup beberapa aspek penting, yang akan dijelaskan secara rinci di bawah ini:
1. Keberpihakan pada Kehidupan Individual
Kierkegaard menekankan pentingnya kehidupan iman yang bersifat individual dan eksistensial, bukan sekadar mengikuti rutinitas atau ritual keagamaan yang dilakukan secara kolektif. Dalam pandangannya, agama formal sering kali mendorong orang untuk mematuhi aturan-aturan eksternal tanpa mengalami perjumpaan yang autentik dengan Tuhan. Ia percaya bahwa iman sejati adalah perjuangan batin individu yang penuh dengan risiko dan ketidakpastian, bukan sekadar pelaksanaan kewajiban agama yang mekanis.
2. Penekanan pada Relasi Pribadi dengan Tuhan
Bagi Kierkegaard, iman adalah hubungan langsung dan personal antara individu dengan Tuhan, yang tidak dapat dimediasi oleh institusi atau tradisi agama. Agama formal, menurutnya, sering mengaburkan relasi ini dengan menempatkan terlalu banyak penekanan pada struktur hierarkis, dogma, dan liturgi. Ia melihat ini sebagai hambatan bagi manusia untuk benar-benar memahami panggilan Tuhan dalam kehidupan mereka.
3. Kritik terhadap Kekristenan Lembaga (Christendom)
Kierkegaard menggunakan istilah "Christendom" untuk merujuk pada kekristenan yang telah dilembagakan dan menjadi bagian dari budaya atau sistem sosial. Ia melihat "Christendom" sebagai bentuk kekristenan yang telah kehilangan vitalitas rohaninya. Menurutnya, ketika kekristenan menjadi terlalu terikat pada lembaga, ia cenderung menjadi alat kekuasaan atau politik, bukan jalan untuk mendekatkan manusia kepada Tuhan.
4. Iman sebagai Keputusan Pribadi
Kierkegaard mengajarkan bahwa iman adalah "leap of faith" (lompatan iman) yang membutuhkan keberanian dan keputusan eksistensial. Dalam agama formal, iman sering dipahami sebagai kepatuhan terhadap doktrin atau keanggotaan dalam institusi agama. Kierkegaard menolak pendekatan ini karena, menurutnya, iman sejati tidak dapat diajarkan atau diwariskan, melainkan harus dialami secara pribadi dan mendalam.
5. Kritik terhadap Kepalsuan dan Formalitas
Kierkegaard mengecam bentuk-bentuk keagamaan yang hanya berfokus pada penampilan luar atau formalitas. Ia percaya bahwa banyak orang yang menjalankan ritual keagamaan secara rutin, tetapi hati mereka jauh dari Tuhan. Baginya, agama formal sering menjadi "topeng" yang menutupi ketiadaan iman yang sejati dan hidup.
6. Pentingnya Penderitaan dalam Iman
Salah satu kritik Kierkegaard adalah bahwa agama formal sering kali menyederhanakan atau mengabaikan peran penderitaan dalam kehidupan iman. Kierkegaard percaya bahwa penderitaan adalah bagian integral dari iman sejati karena melalui penderitaan, individu dapat mengerti kasih Tuhan dan makna hidup. Dalam agama formal, penderitaan sering dianggap sebagai sesuatu yang harus dihindari, sehingga iman kehilangan dimensinya yang mendalam.
7. Penolakan terhadap Rasionalisasi Berlebihan
Kierkegaard juga mengkritik upaya agama formal untuk terlalu merasionalisasi iman melalui teologi sistematik atau argumen logis. Ia menegaskan bahwa iman melampaui akal dan tidak dapat sepenuhnya dijelaskan atau dibuktikan melalui logika. Menurutnya, agama formal sering mengandalkan pengetahuan teoretis tentang Tuhan daripada pengalaman nyata bersama Tuhan.
8. Kritik terhadap Gereja dan Para Pemimpinnya
Kierkegaard tidak segan-segan mengkritik gereja dan para pemimpin agama pada masanya. Ia menuduh mereka sebagai hipokrit yang lebih peduli pada kekuasaan dan status sosial daripada memimpin jemaat menuju kehidupan yang sesuai dengan ajaran Yesus. Ia merasa bahwa gereja sering kali gagal menjadi refleksi dari cinta kasih Kristus dan justru menjadi institusi yang kaku dan birokratis.
Contoh Kritik Kierkegaard dalam Konteks Praktis
Kritik Kierkegaard terhadap agama formal terlihat jelas dalam karya-karyanya seperti "Attack Upon Christendom" di mana ia menyerang gereja Denmark pada zamannya. Ia menggambarkan bagaimana gereja telah menjadi bagian dari budaya dan struktur masyarakat, tetapi kehilangan panggilan spiritualnya. Gereja, menurutnya, telah menjadi "agensi sosial" yang lebih mementingkan jumlah jemaat daripada kualitas iman mereka.
Kesimpulan
Kritik Søren Kierkegaard terhadap agama formal bertujuan untuk mengembalikan inti kekristenan kepada hubungan personal dan eksistensial dengan Tuhan. Ia menyerukan agar setiap individu merenungkan iman mereka secara mendalam dan autentik, tanpa bergantung pada lembaga atau tradisi yang bisa mengaburkan esensi iman itu sendiri. Meskipun pandangannya sering dianggap radikal, ia menawarkan refleksi yang penting bagi orang Kristen untuk menjalani kehidupan iman yang lebih otentik dan bermakna.
0 Komentar